Kamis, 24 Oktober 2013
Rabu, 23 Oktober 2013
BI: Dampak Kenaikan BBM Subsidi Sudah Hilang
Bank Indonesia (BI) memperkirakan dampak putaran kedua dari penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Juni lalu kini sudah hilang. Hal ini terlihat dari normalnya laju inflasi pada Agustus-September lalu.
Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan, terjadi deflasi sebesar 0,35% pada September lalu, sehingga inflasi tahunan dari Januari-September 2013 mencapai 7,75% (year to date/ytd).
"Tekanan inflasi sudah ke pola normal dan kami perkirakan tiga bulan terakhir ini inflasi akan terus menurun dan bisa mencapai target di kisaran 9%-9,8%. Jadi bisa dikatakan dampak kenaikan BBM subsidi atau second round effect-nya sudah hilang," ujar dia saat ditemui di Seminar Outlook 2014 di Hotel Le Meridien, Kamis (24/10/2013).
Lebih jauh dia menilai, faktor ekonomi global yang semakin menantang pada tahun ini berpengaruh terhadap perdagangan dan pasar keuangan Indonesia. Faktor utama tersebut, antara lain, pertama, ekonomi global belum cukup kuat bagi pertumbuhan ekonomi negara berkembang, seperti China dan India.
Sementara ekonomi Eropa, Agus menambahkan, telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan meskipun melambat. Hasilnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dipangkas menjadi 2,9% di tahun ini dari sebelumnya pada 2012 sebesar 3,2%. Harga komoditas juga masih merosot dari 18% di tahun lalu menjadi 8,2% pada 2013.
"Kedua, tantangan peningkatan inflasi akibat kenaikan harga pangan. Ini tidak dapat dihindari dan akhirnya mengganggu kesinambungan fiskal, termasuk defisit transaksi berjalan yang sudah berlangsung selama 8 kuartal akibat tekanan kinerja perdagangan dan ekspor," ujar Agus.
Dengan faktor-faktor tersebut, Agus mengaku, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan berada di kisaran 5,5%-5,9% atau turun dari tahun lalu yang menembus 6,2%. Ini disebabkan karena perlambatan konsumsi dan investasi non bangunan.
"Tapi BI dan pemerintah tidak akan tinggal diam dengan melakukan bauran kebijakan yang lebih berkesinambungan dan stabilisasi sistem keuangan, seperti belum lama ini menaikkan BI rate, memperkuat makro prudensial, stabilisasi kurs rupiah dan memperbaiki komunikasi," tutur dia.
Selasa, 22 Oktober 2013
Ramalan BI Soal Nasib Perbankan di Tahun Depan
Bank Indonesia (BI) meramalkan pertumbuhan ekonomi di tahun depan akan membaik meski terjadi perubahan landscape ekonomi dunia. Pemulihan ekonomi global bakal ditopang dari pertumbuhan kinerja sektor keuangan, termasuk perbankan.
Gubernur BI, Agus Martowardojo mengatakan, perubahan landscape ekonomi yang justru akan memperkuat negara-negara maju menjadi tantangan perekonomian nasional pada 2014.
"Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan baik, tapi landscape ekonomi bergeser. Negara maju semakin kuat, tapi kita harus bisa meninggalkan stimulus ketika ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan," ujarnya di Jakarta, Kamis (24/10/2013).
BI memproyeksikan ekonomi Indonesia akan bertumbuh pada kisaran 5,8%-6,2% pada tahun depan. Patokan tersebut akan ditopang dari kinerja ekspor karena perbaikan ekonomi.
"Permintaan domestik meningkat karena daya beli dan pendapatan masyarakat naik. Juga dibarengi dengan penurunan inflasi serta kontribusi dari penyelenggaraan pemilu 2014, serta harga pangan terkendali," tuturnya.
Untuk tahun ini, BI mengarahkan perbankan untuk menyesuaikan laju pertumbuhan kredit dari 23% Year on Year (yoy) menjadi 20%. Anjuran ini dianggap rasional dengan kebutuhan riil sektor ekonomi tertentu dan ketahanan permodalan di Indonesia.
"Tapi kami tetap membuka kesempatan untuk bank lain supaya tumbuh secara alami sebesar 20%. Namun tetap harus memperhatikan tingginya nilai impor supaya bisa mengurangi defisit transaksi berjalan," ujarnya.
BI yakin kondisi perbankan Indonesia di tahun depan masih dalam keadaan sehat meskipun harus mewaspadai potensi penyesuaian tingkat suku bunga BI (BI Rate).
Diproyeksi, pertumbuhan kredit perbankan di 2014 akan bergerak di kisaran 19,1%-20,4% dengan posisi non performing loan (NPL) sekitar 2,3%-2,6% sebagai dampak dari kondisi makro dan kenaikan suku bunga. Sementara Dana pihak ketiga (DPL) akan berada di rentang 14,8%-15,8% dan risiko kredit 2,3%.
Agus juga mengungkapkan, pihaknya saat ini memberlakukan aturan mengenai larangan menjual rumah kedua secara inden kecuali rumah pertama. Tujuannya untuk mencegah terjadinya gelembung harga properti dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengajukan Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
"Harga rumah yang melambung tinggi akibat peningkatan demand residensial yang lebih besar dari kenyataan, misalnya debitur membeli lebih dari satu properti. Industri perbankan perlu hati-hati karena berpengaruh terhadap biaya properti," tambahnya.
Senin, 21 Oktober 2013
BI : Inflasi Oktober Bakal Mencapai 0,06%
Bank Indonesia (BI) memastikan akan terus memantau perkembangan ekonomi Indonesia, termasuk pengendalian inflasi. Bank sentral di tanah air ini ini memperkirakan laju inflasi pada Oktober 2013 bakal mencapai sekitar 0,06% atau di bawah rata-rata inflasi 2007 yang menembus 0,26%"Perkiraan kami untuk inflasi Oktober ini sekitar 0,06%, lebih rendah dari rata-rata inflasi sejak 2007 hingga saat ini yang mencapai 0,26%," ujar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (25/10/2013).
BI memperkirakan inflasi secara tahunan, tetap bergerak dalam kisaran target BI sebesar 9%-9,8%. Jika realisasi inflasi 0,06% di bulan kesepuluh ini tercapai, inflasi tahunan akan menyentuh di bawah 8,4%.
Meski begitu, Perry menambahkan, BI perlu memantau situasi perkembangan ekonomi makro ke depan sesuai dengan arahan yang diinginkan. "Inflasi, defisit transaksi berjalan, kurs dolar AS mengalami penurunan. Sedangkan pasar keuangan mulai stabil walaupun konsekuensinya adalah menyusutkan pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
BI juga memperkirakan takkan lagi menaikkan tingkat suku bunga acuan bila melihat kondisi perekonomian yang menemui titik terang. Bank sentral justru akan fokus pada pendalaman pasar keuangan guna mengantisipasi keluar masuknya dana asing. "Semakin banyak kami mengeluarkan produk di pasar uang, memberikan instrumen lindung nilai, sehingga perlu koordinasi antar masing-masing bank, " paparnya
Setiap bulan, lanjut dia, BI memastikan akan terus melakukan penyesuaian. Namun hal itu tak lantas membuat bank sentral yakin bisa menjamin proyeksi ekonomi di 2014.
"Apakah Anda bisa jamin kalau Maret tahun depan ternyata ada tappering off atau terjadi shutdown? We never knows. Harapannya tidak akan terjadi yang memburuk di global sehingga tidak mengganggu ekonomi Indonesia," pungkas Perry.
Minggu, 20 Oktober 2013
Ini Alasan BI Minta Tambahan Gaji Rp 250 Miliar di 2014
Komisi XI DPR RI menerima laporan pendapatan pegawai Bank Indonesia (BI) pada level menengah masih terlalu kecil. Ini yang mendasari BI mengajukan tambahan gaji bagi pegawainya.
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Aziz mengakui perihal kemungkinan penambahan gaji para pegawai menengah tersebut pada 2014.
"Iya, dalam RATBI ada kenaikan Rp 250 miliar. Kami mendapat laporan kalau pegawai menengah BI itu gajinya dibawah market salary, menengah itu juga dinaikkan katanya," ungkap dia kepada Liputan6.com, Rabu (23/10/2013).
Sementara dalam RATBI Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan penambahan anggaran itu nantinya akan digunakan untuk pengangkatan 2600 pegawai kontrak di 2014.
Namun Harry menilai tidak mungkin semuanya akan dialokasikan untuk itu, mengingat masih banyak pegawai yang memiliki pendapatan di bawah pasar.
"Itu kan belum disetujui oleh kita, menurut saya sih itu gak mungkin keluhan pegawai kontrak saja, masih ada pegawai menengah tadi," jelas dia.
Pegawai menengah BI yang dimaksudkan golongan menengah mulai dari Kepala Staf hingga ke level Direktur.
Lebih lanjut menurut dia, Komisi XI DPR RI akan terus mengkaji setiap pengajuan anggaran BI mengingat pada tahun 2013 kinerja Bank Sentral ini di luar harapan.
"Nanti akan kita bahas lagi di masa persidangan selanjutnya, antara 18 November hingga 15 November," tutupnya.
Perlu diketahui, pada Desember 2012 lalu Komisi XI DPR RI menyetujui usulan kenaikan gaji pegawai Bank Indonesia dengan rincian sebagai berikut :
Gubernur BI menjadi sebesar Rp 199,34 juta, Deputi Gubernur Senior BI menjadi sebesar Rp 169,44 juta, Deputi Gubernur BI menjadi sebesar Rp 123,1 juta, Asisten Gubernur BI menjadi sebesar Rp 99,67 juta, Direktur Eksekutif menjadi sebesar Rp 83,06 juta.
Sementara itu untuk tingkat Direktur menjadi sebesar Rp 57,68 juta, Deputi Direktur menjadi sebesar Rp 49,36 juta, Asisten Direktur menjadi sebesar Rp 32,86 juta, Manajer menjadi sebesar Rp 26,18 juta, Asisten Manajer menjadi sebesar Rp 17,72 juta, Staf BI menjadi sebesar Rp 12,72 juta dan Asisten Pelaksana menjadi sebesar Rp 6,15 juta.
Sabtu, 19 Oktober 2013
Hore! Utang Luar Negeri Indonesia Turun
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri Indonesia sepanjang Agustus 2013 mencatat penurunan 0,9% dari US$ 259,61 miliar pada Juli menjadi US$ 257,3 miliar.
Sejalan dengan itu, pertumbuhan tahunan utang Indonesia pada Agustus 2013 tercatat 6,6% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan Juli 2013 sebesar 7,4% (yoy).
"Bank Indonesia menilai tren menurunnya pertumbuhan ULN Indonesia tersebut sejalan dengan tren melambatnya perekonomian domestik," ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Difi A Johansyah dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/10/2013).
Perlambatan pertumbuhan ULN Indonesia pada periode laporan terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan utang Publik. BI mencatat utang Publik pada Agustus 2013 tumbuh 2,5% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan Juli 2013 sebesar 5,1% (yoy). Pada akhir Agustus, tercatat utang luar negeri publik telah mencapai US$ 122,07 miliar.
Di pihak lain, BI melaporkan utang swasta tumbuh 10,5% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan Juli 2013 sebesar 9,6% (yoy). Pada akhir Agustus 2013, tercatat utang swasta telah menembus angka US$ 135,23 miliar.
"Berdasarkan jangka waktu, perlambatan ULN Publik terjadi baik pada ULN publik jangka pendek maupun jangka panjang," tegas Difi.
Dari sisi komposisi valuta, utang Indonesia sebagian besar bervaluta US dolar sebanyak 68,9%, Yen Jepang 12,6% dan sisanya terdiri dari berbagai jenis valuta. Berdasarkan kelompok peminjam, utang swasta lebih banyak dilakukan oleh korporasi nonbank yang mencapai US$ 112,44 miliar atau mencapai 83,1% sedangkan sisanya US$ 22,79 miliar merupakan utang perbankan.
Secara keseluruhan, komposisi ULN Swasta (korporasi nonbank dan bank) yang didominasi ULN jangka panjang yaitu 71,2% dari ULN Swasta menunjukkan bahwa tekanan terhadap rupiah yang berasal dari permintaan US dollar untuk pembayaran ULN tidak terlalu besar.
Jumat, 18 Oktober 2013
BI mulai cium aroma suap pengadaan ATM di bank BUMN
Bank Indonesia mulai mencium aroma suap pengadaan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di bank-bank BUMN. Ini kian menegaskan temuan badan pengawas pasar modal Amerika Serikat, Securities and Exchange Commision (SEC), bahwa produsen ATM asal negeri Paman Sam itu telah menyuap pejabat bank pelat merah di Indonesia dan China.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap bank-bank BUMN yang terlibat skandal suap dengan Diebold Inc.
"Kita sedang memeriksa laporan yang datang dari bank maupun dari berbagai pihak. Dugaan sementara itu kelihatannya cuma biaya entertainment. Saya hanya dapat kabar seperti itu. Kita belum tahu karena laporan datang dari Amerika Serikat, tapi kami akan menindak serius soal itu apa betul itu ada. Dan bentuknya seperti apa kita ingin tahu," kata Halim, di Jakarta, Jumat (25/10).
Dia menegaskan, jika benar ada pejabat bank-bank BUMN yang terlibat suap, maka, bank BUMN yang bersangkutan telah mencederai prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Untuk itu, bank sentral akan mengenakan sanksi sesuai bobot pelanggarannya.
"Sanksinya bisa berupa teguran hingga fit and proper untuk pejabat bank-nya. Kita belum tahu apakah ini masuk administrasi, gratifikasi atau masuk wilayah penyuapan, kita belum tahu. BI sedang mengumpulkan informasi," katanya.
Sekadar mengingatkan, SEC menyebut Diebold telah menghabiskan duit sekitar USD 1,8 juta untuk perjalanan wisata, hiburan, dan hadiah lainnya untuk pejabat bank pelat merah di Indonesia dan China.
Dari dana sebesar USD 1,8 juta tersebut, sekitar USD 1,6 juta digunakan untuk menyuap pejabat bank pelat merah di China. Sisanya, USD 147 ribu untuk menyuap pejabat bank BUMN sepanjang 2005-2010.
Selama periode itu, Diebold meraup untung dari penjualan mesin ATM kepada bank BUMN sebesar USD 16 juta.
Halim mengatakan bahwa BI tidak memiliki kewenangan untuk mengatur pengadaan barang dan jasa di perbankan. "Pengadaan masa BI yang ngawasin, ya, enggak dong. Pada akhirnya nanti ini harus dari bank-bank sendiri yang memberikan informasi."
Kamis, 17 Oktober 2013
Usai Rilis Inflasi, Rupiah Tak Bergerak di Posisi 10.910/US$
Rupiah tak bergerak dari posisi 10.900 per dolar AS setelah
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Agustus 2013 mencapai 1,12%.
Pencapaian inflasi yeao on year yang sebesar 8,79% juga masih dianggap sesuai
prediksi pasar yang ada di kisaran 8,94%. Sementara laju inflasi tahun kalender
mencapai 7,49%.
Dengan kondisi inflasi saat ini, pasar melihat inflasi
sampai akhir tahun bisa tak menyentuh dua digit.
Menurut data yang dihimpun Bloomberg, rupiah di pasar NDF
tercatat naik 0,3% menjadi 11.398 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:18
waktu Jakarta. Sementara kontrak rupiah yang diperdagangkan di pasar spot naik
ke level 10.918 setelah merosot 5,9% pada Agustus. Kemerosotan nilai tukar
rupiah di pasar spot tersebut merupakan yang terbesar sejak November 2008.
Sementara di pasar lokal rupiah pada pukul 11.30 WIB, Senin
(2/9/2013) ada di level 10.910 per dolar AS.
Rupiah Setelah BI Rate Naik
Rupiah tercatat menguat di hari keempat setelah Bank
Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI rate pada Kamis pekan lalu guna menahan
laju percepatan inflasi. Pergerakan tersebut merupakan penguatan paling lama
yang terjadi sejak Juli.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (2/9/2013), nilai
tukar rupiah menguat dari level terlemahnya sejak April setelah BI menyatakan
pihaknya akan menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia guna
mengatasi kondisi ekonomi dan moneter.
Hasil pertemuan tersebut memutuskan BI rate naik menjadi 7%,
level tertinggi sejak Juni 2009. Sementara itu, menurut survei yang dilakukan
Bloomberg, indeks harga konsumen kemungkinan akan naik 8,95% pada Agustus dan
akan menjadi yang tertinggi sejak Januai 2009.
"Bank Indonesia berusaha menahan lonjakan inflasi
dengan menaikkan BI rate, yang akan mendorong minat asing terhadap rupiah,"
ujar Head of Treasury di Bi PT Bank QNB Kesawan Suriyanto Chang di Jakarta.
Lebih lanjut dia menjelaskan, para eksportir mulai menjual
dolar akibat peningkatan inflasi dan defisit transaksi berjalan. Selain itu,
nilai tukar rupiah yang menyentuh level terlemah dalam empat tahun terakhir
juga menjadi pemicu para investor menjual dolarnya.
Defisit transaksi berjalan Indonesia tercatat membengkak
menjadi US$ 9,8 miliar pada kuartal II. Menurut juru bicara BI, Difi Johansyah,
angka tersebut diperkirakan akan menurun di kuartal III tahun ini. (Sis/Igw)
Rabu, 16 Oktober 2013
BI Paparkan Sejarah Singkat Krisis Ekonomi RI
JAKARTA - Bank Indonesia memaparkan perbedaan-perbedaan
gejolak ekonomi pada 1998 dengan kondisi saat ini. Pasalnya, guncangan paling
dahsyat yang melanda perekonomian Indonesia terjadi pada saat krisis 1998.
"Waktu 1998, itu pada waktu pembalikan dana uang asing
BI dan pemerintah tidak punya statistik yang lengkap dari utang luar negeri.
Ternyata banyak utang luar negeri dan itu mentriger kita untuk semakin
panik," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah
di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (24/8/2013).
Difi mengatakan, saat itu BI harus melakukan intervensi
besar-besaran. Pasalnya nilai tukar Rupiah saat itu telah dipatok di angka
tertentu oleh pemerintah.
Sementara pada 2008, yang diakibatkan krisis subprime
mortgage di Amerika Serikat (AS), dimana kredit perumahan di AS diberikan
kepada debitur-debitur yang memiliki portofolio kredit yang buruk.
"2008, itu subprime di AS, enggak adil juga waktu itu
karena masalahnya di negara lain, tapi kita kena imbasnya. Jadi di kita
disebutnya krisis sektor keuangan," ujar Difi.
Difi mengatakan, saat 2008 kondisi perbankan Indonesia sudah
kuat, saat itu dikarenakan adanya Pekerjaan Rumah (PR) yang besar dari 1998
yaitu peningkatan sektor perbankan. Secara umum di 2008 dapat dikatakan
selamat.
Sedangkan saat 2013, lanjut Difi, pertumbuhan Ekonomi
Indonesia sedang melaju sangat cepat, namun di saat yang sama impor meningkat
sehingga meningkatkan defisit neraca berjalan.
"Sekarang, ekonomi tumbuh dengan baik. Ekonomi tumbuh
dari konsumsi domestik. Cuma memang pak Darmin (mantan Gubernur BI Darmin
Nasution) bilang, setiap tumbuh 6 persen impor kita naik," jelas Difi.
Peningkatan Impor tersebut diiringi dengan
ekspor yang melambat, memicu defisit neraca berjalan semakin melebar. Oleh
karena itu BI meminta pengusaha terutama Importir untuk lebih hati-hati karena
fluktuatifnya pertumbuhan ekonomi. "Pertumbuhan ekonomi kan naik turun,
kita tidak mau saat turun itu hard landing, kita mau soft landing," ujar
Difi.
Selasa, 15 Oktober 2013
Rupiah Berpeluang Tembus Rp12.000
JAKARTA - Suku bunga acuan atau BI Rate akan terus mengalami
kenaikan jika rupiah masih akan terus melanjutkan pelemahannya.
"Kalau rupiah melemah lagi, BI Rate bisa naik
lagi," kata Ekonom BTN Agustinus Prasetyantoko, di Jakarta, Senin
(30/9/2013).
Sementara itu, terkait pelemahan rupiah, diprediksi tak akan
tembus melebihi level Rp12 ribu per USD. Dia menyatakan, patokan pelemahan
rupiah terjadi pada krisis ekonomi yang terjadi pada 2008.
"Possibility rupiah bisa Rp12 ribu. Tapi jika melihat
pada 2008, rupiah sampai Rp12.400 per USD, tidak akan lebih dari itu,"
ujarnya lagi.
Sebagai informasi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
(BI) kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan BI alias BI rate sebesar 25
basis poin (bps). Dengan demikian, maka BI rate sudah berada di kisaran 7,25
persen.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi A
Johansyah, mengungkapkan bahwa kenaikan BI rate ini sejalan dengan perkembangan
ekonomi Indonesia belakangan ini. Kenaikan BI rate, juga sebagai respons BI
atas pelemahan yang terjadi atas rupiah.
Selain menaikkan BI Rate, BI juga memutuskan menaikkan
fasilitas simpanan BI (fasbi) masing-masing sebesar 25 basis poin. "Semua
serempak naik 25 basis poin," kata Difi.
Senin, 14 Oktober 2013
Dewan Gubernur BI
Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia
dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai
pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan
sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa
jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka
hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan
diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur
diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden,
kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana
kejahatan.
Pengambilan Keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi,
Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya
sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan
moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis.
Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip
musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan
keputusan akhir.
Para Gubernur Bank Indonesia
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai
Gubernur BI, sebagai berikut:
2009-sekarang Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
2008-2009 Boediono
2003-2008 Burhanuddin Abdullah
1998-2003 Syahril Sabirin
1993-1998 Sudrajad Djiwandono
1988-1993 Adrianus Mooy
1983-1988 Arifin Siregar
1973-1983 Rachmat Saleh
1966-1973 Radius Prawiro
1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
1960-1963 Mr. Soemarno
1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
1958-1959 Mr. Loekman Hakim
1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
Sertifikat Bank Indonesia
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.
SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank
Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank
Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI
ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli
2005, BI menggunakan mekanisme “BI rate” (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan
target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode
tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar
dalam mengikuti pelelangan.
Minggu, 13 Oktober 2013
Prestasi Bank Indonesia
The Asian Banker memberikan penghargaan kepada Bank
Indonesia sebagai regulator terbaik di Asia untuk kategori "The Best
Systemic and Prudential Regulator".
Tahun lalu, predikat terbaik itu diraih Malaysia.
"Semoga bermanfaat bagi masyarakat Indonesia," ujar Deputi Gubernur
Bank Indonesia Muliaman D Hadad kepada INILAH.COM, Jumat (27/4/2012)
Penghargaan itu diserahkan Ketua The Asian Banker Summit,
David Seldon, pada acara The Asian Banker Annual Leadership Achievement Awards,
Rabu (25/4/2012) di Bangkok. Penghargaan ini merupakan bentuk prestasi Bank
Indonesia tahun 2012.
Penghargaan diberikan kepada BI karena pencapaiannya
dalam mengarahkan industri perbankan Indonesia untuk menerapkan aturan
berstandar internasional dalam beberapa waktu belakangan ini, serta penanganan
BI dalam menghadapi kondisi perekonomian global saat krisis yang bisa berdampak
sistemik.
"Dunia mengakui kebijakan yang diterapkan di
Indonesia akhirnya bisa mewujudkan industri perbankan yang sehat dan punya daya
tahan dengan pencapaian yang terbaik di Asia," ujar Muliaman.
Jika dibandingkan negara tetangga, kata Muliaman,
indikator keuangan perbankan kita seperti CAR, NPL, kredit, dan pertumbuhan
aset itu semua paling tinggi. Kondisi itu didukung faktor fundamental yang juga
kuat, karena penerapan aturan kehati-hatian yang baik.
Forum Asian Banker merupakan pertemuan tahunan para
pelaku industri keuangan dunia yang menilai perkembangan industri tersebut di
Asia dan kali ini dihadiri sekitar 1.000 perwakilan sejumlah perusahaan
keuangan, perbankan dan bank sentral di Asia, Amerika Serikat, Eropa, Australia
dan Amerika
Sabtu, 12 Oktober 2013
BI Rate
- Definisi
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
- Fungsi
BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.
Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
Jumat, 11 Oktober 2013
MEKANISME PENERBITAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIA (BI)
Pengeluaran uang
Rupiah emisi baru oleh Bank Indonesia diatur melalui Peraturan Bank Indonesia
No.6/14/PBI/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran,
Pencabutan, dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah. Adapun pengaturan
pelaksanaannya diatur berdasarkan Peraturan Dewan Gubernur No.6/7/PDG/2004
tanggal 22 Juni 2004 tentang Manajemen Pengedaran Uang serta Surat Edaran
Intern No.7/84/INTERN tanggal 28 Oktober 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengeluarakn Uang Rupiah Baru.
Beberapa tahap dalam
pengeluaran dan pengedaran uang Rupiah emisi baru adalah sbb:
- Perencanaan Pengeluaran Uang Rupiah Baru
Persetujuan
rencana pengeluaran uang Rupiah baru dilakukan melalui Rapat Dewan Gubernur
(RDG). Dalam rangka pengeluaran uang Rupiah baru, Bank Indonesia melakukan
kajian dengan mempertimbangkan antara lain tingkat pemalsuan, nilai intrinsik,
masa edar suatu pecahan uang, dan/atau kebutuhan masyarakat.
- Desain dan Spesifikasi Uang
Desain dan
spesifikasi uang disetujui oleh Gubernur Bank Indonesia, sedangkan pelaksanaan
penyusunan desain uang diputuskan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang
pengedaran uang. Pada tahap ini, penyusunan desain uang dilakukan dengan cara
(1) bekerjasama dengan perusahaan pencetakan uang atau pemasok uang, atau (2)
melalui sayembara yang dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang
ditunjuk.
- Pencetakan Uang
Desain beserta
spesifikasi uang yang telah disetujui Gubernur Bank Indonesia akan dibuatkan
contoh cetak uang oleh perusahaan percetakan uang atau pemasok uang. Contoh
cetak uang berbentuk 1 (satu) lembar uang kertas dan lembaran utuh atau 1
keping uang logam yang akan menjadi acuan cetak bagi perusahaan percetakan uang
atau pemasok uang. Pada contoh cetak uang tersebut dilengkapi pula dengan
uraian teknis uang yang disetujui Direktur Direktorat Pengedaran Uang.
- Penerbitan Ketentuan
Setiap
pengeluaran uang Rupiah baru didasarkan pada ketentuan berupa Peraturan Bank
Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Intern (SE Intern). PBI mengenai pengeluaran
dan pengedaran uang baru tersebut memuat antara lain macam uang, harga uang,
ciri uang dan tanggal berlakunya uang sebagai alat pembayaran yang sah,
sedangkan SE Intern mengatur mengenai tanggal pengeluaran dan pengedaran uang,
pengiriman uang, serta tatacara pembukuan dan pencatatannya.
- Sosialisasi dan Edukasi Uang Baru
Sebelum uang
Rupiah baru dikeluarkan dan diedarkan, Bank Indonesia melakukan sosialisasi dan
edukasi uang baru kepada masyarakat, melalui konferensi pers, pelatihan kepada
kasir Bank Indonesia, perbankan, dan pihak terkait lainnya, penyebaran
pengumuman dalam bentuk poster, serta penyebaran informasi mengenai ciri-ciri
keaslian uang dalam bentuk leaflet, brosur, VCD, atau bentuk publikasi lainnya.
Kapan BI harus
mencetak uang?
- BI akan mencetak uang jika BI memutuskan akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat, sedangkan persediaan uang kartal di BI tidak mencukupi.
- Di BI dikenal ULE (Uang Layak Edar) dan UTLE (Uang Tidak Layak Edar). Perbankan (Bank dan BPR) memiliki kewajiban untuk menyortir UTLE tersebut, untuk selanjutnya disetorkan di BI. Masyarakat pun baik perorangan maupun perusahaan dapat secara langsung menukarkan UTLE ke Kantor Bank Indonesia setempat. Secara periodik, BI akan memusnahkan UTLE yang terkumpul, dan menggantinya dengan mencetak uang baru.
- Apabila BI akan menerbitkan jenis uang pecahan baru.
KENAPA BANK
INDONESIA TIDAK MENCETAK RUPIAH UNTUK MEMBAYAR UTANG?
Karena beberapa
alasan berikut ini:
- Dengan mencetak uang sebanyak-banyaknya, maka uang yang beredar di masyarakat akan jauh lebih besar dibandingkan jumlah barang. Akibatnya akan terjadi hiperinflasi, dimana harga barang akan jauh melambung.
- Dasar mencetak uang, ya tentunya harus diperhitungkan nilai tukar idealnya. Pertimbangannya adalah nilai ekspor dan impor kita, permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing, dsb. Karena itu ada yang dinamakan kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang dilaksanakan pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai mata uang negara tersebut.
- Uang yang digunakan untuk membayar utang adalah dollar bukan rupiah, jadi kalau mencetak rupiah untuk membayar utang maka rupiah tidak laku. Dan kalau mencetak uang dollar maka itu namanya pemalsuan.
- Daya beli masyarakat akan jatuh, mereka tidak sanggup membayar bahan kebutuhan hidup. Dampak susulannya adalah krisis ekonomi dan sosial. Kelaparan, kejahatan/kriminalitas, kerusuhan/penjarahan.
- Barang dan bahan baku impor akan jauh melambung, sehingga akan mematikan sektor riil dan produksi dalam negeri. Dampak selanjutnya adalah efisiensi, PHK dan pengangguran meningkat.
Kamis, 10 Oktober 2013
Buah Simalakama Bank Indonesia
Pelemahan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini
sebagai imbas krisis likuiditas global, yang memaksa penarikan modal asing
keluar, tentu akan menciptakan instabilitas bagi sistem keuangan dan manajemen
moneter Bank Indonesia. Dalam hal ini Bank Indonesia dihadapkan pada kenyataan
untuk menelan pil pahit “buah simalakama”, bahwa intervensi untuk menyelematkan
nilai tukar rupiah sudah pasti akan berimplikasi pada efektivitas target
moneter Bank Indonesia.
Dalam teori IT (Inflation Targeting) dan konsep
“Impossible Trinity” bahwa di era mobilitas modal yang tinggi maka pilihan
target moneter adalah: Monetary freedom atau Exchange rate Freedom. Dengan kata
lain, Bank Sentral hanya bisa memilih apakah ia ingin mencapai target moneter
yang diinginkan (IT misalnya) ataukah ia ingin mencapai target nilai tukar yang
diinginkan. Dalam konteks ini, Bank Sentral hanya bisa memilih salah satu dari
pilihan tersebut.
Keadaan krisis keuangan global saat ini, yang
diperparah dengan krisis likuiditas global, memaksa Bank Sentral untuk secara
aktif melakukkan intervensi rupiah. Dalam hal ini Bank Sentral bisa melakukkan
intervensi dengan beberapa kebijakan strategis, antara lain: intervensi rupiah
di pasar valas dan menaikkan suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia).
Keduanya diarahkan untuk memanipulasi sisi permintaan dan penawaran rupiah
dipasar, serta menarik aliran modal masuk ke tanah air.
Secara moneter, intervensi valas untuk memperkuat
rupiah dilakukkan dengan menggelontorkan cadangan US dollar bank sentral, dan
menukarkannya dengan rupiah. Namun tentu saja tindakan ini tidak akan efektif
bisa dilakukkan pemerintah karena beberapa faktor.
- Pertama, Bank Sentral manapun didunia ini tidak akan mampu menangkal atau menyediakan kebutuhan valas pasar di saat krisis. Hal ini berbeda jika keadaan pasar adalah normal, karena jika kondisi yang terjadi adalah normal maka kebutuhan pasar akan valas akan mudah sekali dipenuhi oleh Bank Sentral. Jika yang terjadi adalah kepanikkan, dan dilakukkan oleh sebagian besar bahkan seluruh pelaku pasar, maka kebutuhan akan valas akan sangat sulit sekali dipenuhi oleh Bank sentral dengan alasan cadangan devisa yang terbatas. Dalam konteks ini, maka “bermain-main” dengan pasar akan sama saja dengan bunuh diri, yang oleh Paul Krugman diprediksi akan mengalami Krisis “Balance of Payment”.
- Kedua, kebijakan intervensi valas dengan menjual US $ dan membeli Rupiah sudah pasti akan mempengaruhi base money atau uang inti dalam masyarakat. Dalam konteks ini, akan terjadi kekeringan uang inti di masyarakat sehingga menimbulkan efek kenaikkan suku bunga pasar. Dengan kenaikkan suku bunga pasar bisa diprediksi bahwa efek domino terhadap dunia usaha pasti akan berjalan dengan mulus, sehingga pada akhirnya dapat menjadi bumerang sendiri bagi sistem keuangan dan sektor perbankan.
Dalam konteks ini, Bank Indonesia diharapkan
secara cepat dan strategis melakukkan intervensi yang sifatnya non-pasar. Atau
dengan kata lain, Bank Indonesia dan pemerintah diharapkan dapat melakukkan
kebijakan strategis terkait dengan keharusan transaksi-transaksi ekonomi
domestik (baik pihak asing maupun domestik), untuk melakukkan pembayaran dengan
rupiah. Sederhana saja, pemerintah dan Bank sentral harus dapat secara proaktif
melakukkan himbauan dan peraturan untuk
mewajibkan para pelaku ekonomi domestik dan asing menciptakan kekuatan baru
dari sisi permintaan rupiah. Hal ini tentunya harus dapat difahami dan
disosialiasikan dengan baik oleh pemerintah dan Bank Indonesia, agar respon
pelaku ekonomi dapat menguatkan posisi rupiah terhadap US$ minimal kembali pada
posisi keseimbangannya.]
Akhir kata, penggunaan US Dollar di seluruh
sendi-sendi perdagangan dan lalu lintas pembayaran dunia memang sangatlah
tinggi. Sehinga kekuatan untuk mengimbangi permintaan US dollar yang tinggi
harus dilawan dengan kekuatan permintaan rupiah yang tinggi pula, minimal bagi
kebutuhan transaksi ekonomi domestik.
Ketakutan terhadap melemahnya nilai tukar yang
sangat tinggi, sangat disebabkan oleh lemahnya fundamental ekonomi domestik dan
kinerja ekspor yang mandul. Namun ketakutan ini berbeda dengan kondisi sebelum
krisis, yang disebabkan karena tingginya pinjaman luar negri yang tak
terlindungi (unhedged foreign debt). Namun kita perlu waspada dengan bahaya
pelemahan nilai tukar rupiah ini, karena tentu saja dapat mengancam tingginya
imported inflation dan kelesuan aktivitas ekonomi khususnya yang disebabkan
karena mahalnya raw material atau bahan baku sehingga menyebabkan biaya ekonomi
yang tinggi.
- Terakhir, intervensi pasar Bank Indonesia untuk meredam depresiasi nilai tukar rupiah sudah jelas tidak efektif dilakukkan oleh Bank Indonesia. Jika ini diteruskan maka, selain cadangan US$ BI akan menipis, efek terhadap base money juga akan berakibat fatal terhadap suku bunga. Oleh karena itu, perlu kebijakan strategis pemerintah dan BI untuk memperkuat sisi permintaan rupiah dengan mendorong penggunaan rupiah dalam transaksi ekonomi domestik dengan luar negri.
Rabu, 09 Oktober 2013
MENGENAL BERBAGAI JALUR MASUK BANK INDONESIA
Jalur paling top saat ini. Paling
prestisius sejak dulu. Program ini dimulai sejak tahun 50-an dan angkatan saya
yang terakhir masuk di tahun 2012 merupakan angkatan 30. Ga setiap tahun dibuka
dan tidak ada periode pasti jeda waktu antar angkatannya.
Karena PCPM sampai saat ini masih
dicap sebagai “jalur kaderisasi pemimpin Bank Indonesia” (makanya dianggap
paling prestisius even di dalam BInya sendiri) PCPM memiliki syarat minimal
lulusan S1. PCPM pada dasarnya merupakan nama pendidikannya. Setelah seseorang
diterima di jalur PCPM, ia akan menempuh pendidikan terlebih dahulu sebelum
dapat diangkat menjadi pegawai BI.
Lama pendidikannya bervariasi,
ada angkatan yang cuma 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun… Nah, kalau saya 9 bulan. Isi
pendidikannya biasanya klasikal (belajar teori di kelas-kelas, ada ujiannya
lo), kesamaptaan (siap-siap 6 pack dan gosong), bimbingan spiritual, dan On the
Job Training (OJT). Nah hasil pendidikan ini akan menjadi input penilaian
apakah seorang PCPM dapat diangkat menjadi pegawai tetap BI atau tidak.
Ketika diangkat, semua PCPM akan
memegang jabatan asisten manajer (dahulu staf, sebelum diadakan restrukturisasi
jabatan) tanpa terkecuali. Walaupun S2 atau S3 ketika masuk PCPM, tetap ketika
diangkat ya asisten manajer dulu. By level, namanya G3. FYI,
BI punya 9 level
dari yang paling rendah ke tinggi:
- G1 (messenger atau office boy)
- G2 (Staf)
- G3 (Asisten Manajer)
- G4 (Manajer)
- G5 (Asisten Direktur)
- G6 (Deputi Direktur)
- G7 (Direktur)
- G8 (Direktur Eksekutif)
- G9 (Asisten Dewan Gubernur).
Oiya, tapi biasanya kalau udah S2
dan S3 sejak sebelum diangkat, akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
promosi atau mengisi jabatan yang membutuhkan gelar lebih tinggi dibandingkan
yang baru S1.
Karena merupakan jalur
“pimpinan”, seorang PCPM dituntut untuk menjadi seorang generalis. Kasarnya sih
harus bisa dan harus mau mengerjakan segala bidang, mulai dari bikin model
ekonometri, membangun sistem pembayaran, bikin ketentuan, event organizer,
mengedarkan uang, sampai mesen kran air. Oleh karena itu, di setiap kontrak
PCPM pasti ada pasal “sakti” bahwa “Saya bersedia ditempatkan di seluruh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri maupun Luar Negeri.”
Makanya salah satu derita PCPM
yang akan diangkat jadi pegawai adalah deg-degan penempatan pertama. Tapi
penempatan pertama bukan berarti permanen. Rotasi, mutasi (dan apalagi promosi)
ke tempat yang berbeda, baik antar divisi, antar departemen, antar kota, antar
provinsi (haha emang angkot), antar negara, pasti terjadi. Saya suka bergurau,
hanya Tuhan dan DSDM (Departemen Sumber Daya Manusia) yang tahu kapan seorang
PCPM dipindah dan kemana.
Selain itu seorang PCPM juga
dituntut untuk selalu belajar dan meningkatkan kompetensi. Pegawai lain juga
sama, tapi kalau PCPM ada tuntutan dan ekspektasi yang lebih. Apalagi kalau
ditempatkan di luar Jakarta, di mana sekarang kondisinya minim pegawai yang
berasal dari PCPM. PCPM seperti layaknya dewa, dipuja dan dihina.. Hahaha… Di
satu sisi memang level kemampuannya rata-rata lebih tinggi dibanding jalur
masuk lainnya (kecuali MLE ya), di sisi lain banyak pegawai non PCPM yang
gimanaa gitu sama PCPM.
Namanya juga jalur pemimpin,
lagi-lagi, career path PCPM termasuk yang paling jelas. Untuk sampai ke level
G8 (Direktur Eksekutif) pasti ada dan memang diperuntukkan demikian.
Oiya, PCPM biasanya direkrut dari
jurusan ekonomi, akuntansi, manajemen dan teknik industri. Beberapa angkatan
PCPM terkadang merekrut jurusan teknik, statistik, psikologi, dan pernah juga
dibuka lebar untuk hampir semua jurusan.
Multi Level Entry (MLE)
MLE punya nama lain, namanya
jalur “Expert” alias berpengalaman. Berbeda dengan PCPM yang tidak membutuhkan
syarat pengalaman (malah ada kecenderungan untuk merekrut as fresh as possible
dengan menerapkan batasan umur), MLE membutuhkan syarat pengalaman minimal 1 –
3 tahun. Namanya juga jalur expert, kebutuhan MLE sangat spesifik bergantung
pada expertise yang dibutuhkan BI secara berkesinambungan.
Expertise di bidang IT dan
financial trading merupakan bidang yang biasanya selalu diMLEkan dan jumlah
kebutuhannya banyak. Dalam jumlah yang lebih sedikit, ada arsitek, dokter, ahli
bangunan, dan ahli listrik. Mungkin ada beberapa “ahli” lainnya yang pernah
direkrut melalui MLE. Yang jelas, MLE ini memberikan sarana bagi BI untuk
merekrut pegawai berdasarkan keahlian spesifik yang BI butuhkan pada saat itu
dan keahlian tersebut dapat digunakan BI secara berkesinambungan.
Sama seperti PCPM, MLE juga harus
melewati tahap pendidikan yang berpengaruh pada pengangkatan. Tapi karena MLE
sudah lebih spesifik (bahkan sudah tahu penempatannya di mana), materi
pendidikan MLE tidak seluas PCPM. MLE biasanya hanya dibekali pengetahuan
kebanksentralan serta OJT di departemen yang akan ditempati nantinya dalam
waktu yang sangat singkat (1-3 bulan).
Setelah diangkat juga sama, masuk
di level G3. Walaupun sudah expert, setau saya semuanya harus masuk di level G3
dulu. Exception is given kalau expertnya sudah level dewanya dewa. Katanya ada
yang dari G3 naik ke G4 cuma dalam waktu 1 tahun saking dewanya, udah S3 pula.
Padahal normalnya seorang PCPM naik dari G3 ke G4 kini 6 tahun.
Karena MLE ini ahli pada satu
bidang spesifik, career pathnya belum didesain untuk mencapai level pimpinan
BI. Setau saya, MLE paling mentok di G5 yang ada saat ini. Tapi bisa jadi itu
disebabkan karena faktor MLE merupakan program baru, dan expert pun biasanya
sudah lebih berumur dibandingkan PCPM.
Kalau ingin pekerjaan yang sesuai
dengan keahlian, spesifik, dengan tempat kerja yang pasti, pilihlah MLE. Tapi
jangan harap, untuk saat ini, bisa naik ke pucuk kepemimpinan BI.
Pegawai Tata Usaha (PTU)
Nah kalau PCPM dan MLE minimal
S1, PTU dibuka untuk jurusan minimal D3. Dulu pernah ada kasus di mana ada
lulusan S1 yang masuk lewat jalur PTU karena memang tidak disaring. Belakangan
banyak S1 PTU yang menyesal karena sesuai namanya, PTU ini biasanya akan dipekerjakan
di level administrasi pada departemen apapun. Oleh karena itu, sekarang PTU
benar-benar dibatasi hanya untuk D3.
PTU juga ada pendidikannya.
Lagi-lagi pendidikannya tidak seheboh PCPM, tapi rangkaian pendidikannya tetap
sama. Ketika diangkat akan menjadi staf atau level G2. Dan kalau PTU, saat ini
career pathnya pendek. Dari level G2 untuk G3 bisa 8 tahun, itu pun kalau
benar-benar punya kemampuan lebih. Biasanya G3 akan lebih diprioritaskan untuk
pegawai yang memiliki kemampuan analisis, padahal yang masuk PTU selama
pekerjaannya di BI terlalu prosedural dan administratif.
Kasir
Anda Jujur? Memiliki fisik yang
kuat dan tangguh? Seorang laki-laki?
Kasir diperuntukkan untuk
memenuhi kebutuhan fungsi pengedaran uang BI. Sudah tau kan siapa yang mengedarkan
uang rupiah yang saat ini dipegang? Seorang kasir memegang peranan penting
dalam mengelola uang masuk dan uang keluar Bank Indonesia. Hitung duit
milyaran, biasa. Di dalam ruangan dengan uang bernilai triliunan tanpa tergoda
sedikitpun, biasa. Dan satu kemampuan yang kami selalu takjub dengan kasir
adalah, kemampuan menghitung lembaran uang secara cepat.
Untuk menjadi seorang kasir
minimal diperlukan gelar SMA. Lalu karena banyak bekerja dengan uang yang
higienitasnya rendah, seorang kasir kini harus seorang laki-laki (katanya
banyak kasus kasir wanita tidak dapat hamil karena pekerjaannya). Selain itu,
kasir juga akan mengedarkan uang ke seluruh pelosok Indonesia dan hal tersebut
merupakan pekerjaan yang berbahaya.
Kasir memiliki level G2. Career
pathnya memungkinkan ia untuk naik lebih mudah dibandingkan seorang PTU, karena
kasir hanya terdapat di dalam 1 fungsi, yaitu pengedaran uang. Jadi cukup
banyak saya melihat level G5 yang dulunya adalah seorang kasir.
Lainnya
Selain 4 jalur favorit dan paling
terkenal di atas, BI juga punya jalur rekrutmen khusus untuk keamanan. Dulu
bahkan pernah ada jalur atlet.
Dahulu juga ada jalur khusus
pengawas bank (PCPB). Perlakuan sama seperti PCPM, tapi kalau PCPB sudah pasti
menjadi pengawas bank. Walaupun kini pada akhirnya tidak semua PCPB kini masih
bekerja di perbankan. Jalur ini kini sudah tidak ada lagi.
Non Organik
Jalur-jalur ini merupakan jalur untuk pegawai tetap. Di
BI tidak hanya ada pegawai tetap (organik), tapi ada juga non organik
seperti Tenaga Harian Outsourcing (THOS)
yang merupakan pegawai non organik “level pertama”. Maksudnya level pertama di
sini adalah mereka biasanya selalu diikutkan dalam acara departemen, hahahaha.
Dengan kata lain, orang luar yang dianggap seperti BI. THOS levelnya G2 dan
masih membawa nama perusahaan yang mengoutsourcingkan mereka.
Selain THOS, ada juga pegawai
swakelola seperti saya dulu. Swakelola ini merupakan praktik yang relatif baru
untuk memenuhi kebutuhan SDM yang sangat mendesak, spesifik, dapat dikerjakan
oleh orang non BI tetapi pekerjaannya tetap menjadi tanggung jawab pegawai
organik BI yang mensupervisinya. Oleh karena itu, proses perekrutan swakelola
relatif mudah dan tidak panjang (ini cerita saya dulu waktu keterima di BI
sebagai swakelola)
Swakelola biasanya membutuhkan
rekomendasi, artinya kebutuhannya tidak diumumkan ke masyarakat luas tapi
disebarkan secara person to person. Swakelola terikat pada divisi yang
mempekerjakannya melalui sebuah kontrak kerja, bukan kepada DSDM.
Nah jadi, pertimbangkan baik-baik
jalur masuk mana yang cocok untuk Anda untuk masuk BI :)
PERANAN BANK INDONESIA DALAM PENGENDALIAN INFLASI
Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), pada salah satu
pasalnya disebutkan bahwa BI adalah lembaga negara yang independen. Maksud
kalimat tersebut adalah Independen diartikan sebagai lembaga negara yang bebas
dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lainnya. Selanjutnya, dalam Pasal
9 dinyatakan bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan
terhadap pelaksanaan tugas BI, dan demikian pula BI wajib menolak atau
mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka
melaksanakan tugasnya. Independensi tersebut ditandai dengan diberikannya
kewenangan penuh pada BI dalam menetapkan target-target yang akan dicapai (goal
independence) dan kebebasan dalam menggunakan berbagai piranti moneter
(instrument independence) dalam mencapai target tersebut. Selanjutnya, dalam
Pasal 10 ditegaskan bahwa BI memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan
moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi. Demikian pula, untuk lebih meningkatkan efektivitas pengendalian
moneter serta kapasitasnya sebagai lender of the last resort, dalam Pasal 11
dinyatakan bahwa pemberian kredit oleh BI kepada bank dibatasi.
Jangka waktu kredit kepada bank
maksimal 90 hari dan penggunaannya hanya untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek. Selain itu, kredit tersebut harus dijamin dengan surat berharga
yang bernilai tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah
kredit atau pembiayaan yang diterima oleh bank.
Tujuan dan tugas BI saat ini
sesuai dengan undang-undang baru tersebut adalah tujuan BI adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut BI mempunyai
3 tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank.
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut, BI
berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi yang ditetapkan. Perlu dikemukakan bahwa tugas pokok BI berubah sejak
diterapkannya undang-undang tersebut, yaitu dari multiple objective (mendorong
pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memelihara kestabilan
nilai rupiah) menjadi single objective (mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah). Dengan demikian tingkat keberhasilan BI akan lebih mudah diukur
dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Yang dimaksud dengan kestabilan
nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan
nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga
barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi
menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan
dari sisi penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan
tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi
tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu,
untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil,
diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik
pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat
inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya
nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran
yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar
nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.
BI mengontrol tingkat inflasi
dengan cara Seperti dikemukakan diatas bahwa kontrol BI atas inflasi sangat
terbatas, karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, BI
selalu melakukan assessment terhadap perkembangan perekonomian, khususnya
terhadap kemungkinan tekanan inflasi. Selanjutnya respon kebijakan moneter
didasarkan kepada hasil assessment tersebut. Perlu disampaikan pula bahwa
pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan moneter,
melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan
kebijakan di sektor riil. Untuk itulah koordinasi dan kerjasama antar lembaga
lintas sektoral sangatlah penting dalam menangani masalah inflasi ini.
Kebijakan moneter BI kedepan yang
lebih memfokuskan pada sasaran tunggal inflasi dilakukan dengan cara Sasaran
akhir kebijakan moneter BI di masa depan pada dasarnya lebih diarahkan untuk
menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir ini sejalan pula
dengan kecenderungan perkembangan terakhir bank-bank sentral di dunia, dimana
banyak bank sentral yang beralih untuk lebih memfokuskan diri pada upaya
pengendalian inflasi. Alasan yang mendasari perubahan tersebut adalah, pertama,
bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter
hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi, kebijakan moneter tidak dapat
mempengaruhi variabel riil, seperti pertumbuhan output ataupun tingkat
pengangguran. Kedua, pencapaian inflasi rendah merupakan prasyarat bagi
tercapainya sasaran makroekonomi lainnya, seperti pertumbuhan pada tingkat
kapasitas penuh (full employment) dan penyediaan lapangan kerja yang
seluas-luasnya. Ketiga, yang terpenting, penetapan tingkat inflasi rendah
sebagai tujuan akhir kebijakan moneter akan menjadi nominal anchor berbagai
kegiatan ekonomi.
Strategi yang digunakan oleh BI
dalam mencapai sasaran inflasi yang rendah adalah :
- Mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter.
- Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter.
- Mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi.
- Memformulasikan respon kebijakan moneter.
Dapat ditambahkan bahwa laju
inflasi yang diperoleh dari indeks harga konsumen (IHK) sebagai sasaran akhir
dan laju inflasi inti (core atau underlying inflation) sebagai sasaran
operasional.
Konsep inflasi inti (core
inflation) dapat kita bagi menjadi dua yaitu Berdasarkan pengertiannya, ada 2
konsep dalam pengertian inflasi inti. Pertama, inflasi inti sebagai komponen
inflasi yang cenderung ‘menetap’ atau persisten (persistent component) di dalam
setiap pergerakan laju inflasi. Kedua, inflasi inti sebagai kecenderungan
perubahan harga-harga secara umum (generalized component). Core inflation pada
beberapa literatur disebut juga dengan underlying inflation. Inflasi inti
inilah yang dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh BI. Di dalam
operasionalnya, BI tidak menggunakan inflasi IHK sebagai acuan dalam mengambil
kebijakan moneter, namun menggunakan inflasi inti.
Penggunaan inflasi inti sebagai sasaran
operasional dikarenakan inflasi inti dapat memberikan signal yang tepat dalam
memformulasikan kebijakan moneter. Sebagai contoh, dalam hal terjadi gangguan
permintaan (demand shock) yang mengakibatkan inflasi tinggi, respon bank
sentral akan mengetatkan uang beredar sehingga tingkat inflasi dapat ditekan.
Disamping itu, kebijakan tersebut dapat juga untuk menyesuaikan kembali
pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sesuai dengan kapasitas perekonomian.
Sebaliknya, jika inflasi meningkat karena terjadinya gangguan penurunan di sisi
penawaran (supply side), misalnya kenaikan harga makanan karena musim kering
maka kebijakan uang ketat justru dapat memperburuk tingkat harga dan
pertumbuhan ekonomi. Respon yang dapat dilakukan oleh bank sentral adalah kebijakan
melonggarkan likuiditas perkonomian justru diperlukan untuk menstimulir
peningkatan penawaran.
Inflasi yang akan dipakai BI dalam menetapkan
targetnya adalah BI menetapkan IHK sebagai targetnya, seperti yang diterapkan
di semua negara yang menganut sistem target inflasi secara eksplisit. Ada
beberapa alasan yang mendasari dipilihnya IHK sebagai target bank sentral, baik
dari sisi teoritis maupun dari segi kepraktisannya. Kelebihan digunakannya IHK
ini antara lain adalah merupakan alat ukur yang paling tepat dalam mengukur
tingkat kesejahteraan masyarakat karena IHK mengukur indeks biaya hidup
konsumen. Seperti yang berlaku pada negara-negara lain institusi yang bertugas
mengumpulkan data statistik selalu memfokuskan sebagian besar sumber dayanya
untuk menghasilkan data IHK yang reliable dibandingkan indeks harga lainnya,
sehingga hasil pengukuran IHK selalu memiliki kualitas yang lebih baik dan
selalu tersedia secara tepat waktu.
Tekanan terhadap angka inflasi
dapat dibagi dua Dilihat dari asalnya, tekanan inflasi dapat dibedakan atas
domestic pressures (berasal dari dalam negeri) dan external pressures (berasal
dari luar negeri). Tekanan yang berasal dari dalam negeri dapat diakibatkan
oleh adanya gangguan dari sisi penawaran dan permintaan serta kebijakan yang
diambil oleh instansi lain di luar BI, misalnya kebijakan penghapusan subsidi
pemerintah, kenaikan pajak, dll. Gangguan dari sisi penawaran dapat timbul
apabila terjadi musim kering yang mengakibatkan gagal panen, terjadinya bencana
alam, gangguan distribusi tidak lancar dan adanya kerusuhan-kerusuhan sosial
yang berakibat terputusnya pasokan dari luar daerah. Gangguan dari sisi
permintaan dapat terjadi apabila otoritas moneter menerapkan kebijakan uang
longgar.
Selasa, 08 Oktober 2013
Stabilisasi Rupiah, BI Rilis 5 Kebijakan Baru
Bank Indonesia (BI) merilis lima
kebijakan baru untuk menstabilisasi nilai tukar rupiah. Kebijakan ini merupakan
kelanjutan paket kebijakan BI dalam menjaga stabilitas makro ekonomi.
Gubernur BI Agus Martowardojo
mengatakan, pihaknya menerbitkan beberapa ketentuan terkait perluasan jangka
waktu Term Deposit Valas, relaksasi ketentuan pembelian valas serta penerbitan
Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI).
"Dengan adanya ketentuan ini
maka bank akan memiliki ruang yang lebih fleksibel dalam melakukan manajemen
likuiditasnya," kata Agus dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis
(29/8/2013).
Lima ketentuan baru dari BI
tersebut adalah:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/5/ PBI/ 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 Tentang Operasi Moneter
2. Surat Edaran No. 15/30/DPM
Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/16/DPM tanggal 6
Juli 2010 Perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter
3. Surat Edaran No. 15/31/DPM
Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6
Juli 2010 Perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities)
4. Surat Edaran No. 15/32/DPM
Perihal Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM
tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka
5. Surat Edaran No. 15/33/DPM
Perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD
tanggal 27 November 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada
Bank.
Khusus untuk ketentuan 1 hingga
4, aturan tersebut merupakan dasar hukum atas pelaksanaan lelang SDBI serta
perluasan jangka waktu Term Deposit Valas.
Sementara aturan ke-5 mengatur
tentang relaksasi ketentuan pembelian valas. Relaksasi ini bertujuan untuk
meningkatkan likuiditas valas di pasar domestik yang pada gilirannya akan
mendukung upaya Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara stabilitas nilai
rupiah.
Langganan:
Postingan (Atom)